Jumat, 24 Juni 2011

The Magic Book (cerpen buatan sendiri)

  Awal liburan akhir semester tidak ada hal yang menyenangkan bagi Salwa, Aldi, Zharine. Mereka sedang sibuk membaca buku sejarah dari salah satu perpustakaan umum kota. Setelah menemukan buku sejarahnya, mereka duduk di salah satu sudut perpustakaan. Disana terdapat 4 kursi dan 4 meja yang menyatu, mereka sering duduk di tempat itu.
                Salwa meraih sebuah buku lagi yang ada di rak bagian atas rak buku itu. Bukunya tampak berdebu. Setelah kembali duduk dan melepas lelah setelah membawa buku setebal 2 buah batu bata. Buku itu berjudul ‘The Magic Book’. Salwa menepuk buku itu, debu pun mulai hilang dari buku tersebut. Aldi dan Zharine berpandangan, lalu menarik kursi mereka dan mendekati Salwa.
                “The Magic Book,” kata Aldi. Mereka membuka buku itu, pada halaman pertama tertulis ‘BACA INI !!’ , lalu kedua ‘MEJIRAKISTAMANIA’. Mereka langsung bertatapan, lelu entah kenapa mereka langsung masuk kedalam buku tersebut. Saat mendarat, mereka mengalami guncangan hebat dan membangunkan mereka dari pingsan.
                “Kepalaku sakit !” Kita dimana ?” keluh Aldi.
                “Sebaiknya segera kita cari tahu,” jawab Zharine. Mereka berjalan menelusuri hutan tempat mereka jatuh, hutan itu dipenuhi bunga yang tampaknya telah layu, pohonnya seperti terbakar, keriing sekali, kondisinya sangat mengenaskan.
                “Wow, merinding aku !” kata Zharine lirih sambil memegang erat tangan Salwa.
                “Pohon itu seperti orang yang akan mencengkram seseorang,” sambung Salwa merinding.
                “Waduh cewek-cewek !” gumam Aldi sambil menggelengkan kepalanya.
                Mereka terus menelusuri, ‘pukk’ seseorang menepuk pundak Aldi. “Wadaww !” gerutu Aldi lirih.
                “Terimakasih Dewi Althur. Kau telah mengirimkan 3 ksatria yang engkau janjikan. Semoga mereka dapat melawan Drasma.” pinta seorang Peri Perempuan Biru yang menepuk pundak Aldi tadi.
                Bukannya menggubris, mereka malah bengong. Mereka bingung dengan perkataan Peri Perempuan Biru itu.
                “Kenalkan, aku Salwa, Aldi, dan Zharine !” sapa Salwa memulai topik.
“Oh, aku Peri Biru panggilannya Jemska. Aku terkenal sebagai peri hiperbolis sepanjang daratan Equisland,” terang Jemska.
                “Maksud perkataanmu tentang Drasma itu apa ?” tanya Aldi sambil menggaruk kepalanya.
                “Aku akan menjelaskannya nanti, tempat ini MENYERAMKAN sebaiknya ikut aku pulang. Akan ku ceritakan semuanya.” jawab peri Jemska sambil menyihir sebuah kereta kuda. “Ayo, cepat naik !” lanjutnya.
                “Baik !” jawab mereka serempak.
Sesampai di rumah Jemska . . . . . . . .
                “Ini baju resmi kalian ! Pakailah agar kalian tidak terlihat asing di daerahku !” pinta Jemska.
                Setelah mereka mengganti baju, Jemska menyuguhkan 4 gelas teh hijau dan setoples cookies coklat.
                “Duduklah !” pintanya.
                Mereka menuruti Jemska.
                “Jadi begini, sebenarnya itu daerah KAMI. Tapi karena Drasma daerah itu diasingkan. Drasma adalah peri hitam jahat yang menginginkan daratan Equisland menjadi miliknya dan kuasanya. Dulu daerah itu adalah tempat kesayangan kami. Disana kami bermain di tengah padang rumput hijau nan bersih, pepohonan yang rindang, dan bunga yang cantik rupanya. Kami bermain bersama para binatang, binatangnya ramah dan jinak. Namun, Drasma mengubahnya menjadi hutan yang MENGENASKAN !!” terang Jemska.
                “Hubungannya dengan kami ?” tanya Zharine bingung.
                Sebelum menjawab, Jemska membuka sebuah buku yang ada di atas meja,” Buku ini menjelaskan bahwa Dewi Althur telah mengutus 3 ksatria muda yang dapat melawan Drasma. 3 Ksatria itu akan datang sesuai waktunya, dan Ksatria itu adalah KALIAN ! KA-LI-AN !” singkatnya.
                “Ha ?!” jawab mereka bertiga serempak.
                Jemska meninggalkan mereka dan terbang menuju kamarnya. Lalu kembali  dengan membawa sebuah peti, lumayan besar. Tubuh Jemska yang kecil hanya dapat menggantungkan semua kegiatannya pada sihir. Karena mereka kasihan mereka bangun untuk membantunya. Setelah kembali duduk, Jemska membuka peti tersebut dan memberi pedang-pedang tersebut pada Salwa, Aldi, dan Zharine.
                “Pedang ini akan menjadi senjata kalian untuk bertarung besok,” kata Jemska.
                “Besok ?” tanya Aldi.
                “Aku tahu kalian belum siap. Tapi kalian adalah ksatria yang diutus Dewi Althur dan kebahagiaan kami bergantung pada kalian.” sergah Jemska lirih.
                “Kami akan berusaha !” jawab Aldi tegas.

Keesokan harinya . . . . .
                3 Kuda telah berada di depan rumah Jemska, karena merekalah yang akan menjadi kendaraan menuju pertarungan hebat.
                Setelah naik ke atas, mereka berjalan dengan kecepatan tinggi diiringi derap kaki kuda. Jemska mengiringi mereka.
                Setelah sampai di hutan, langit hutan tampak gelap dan hitam serta gemuruh petir, seseorang dengan jubah hitam memberhentikan derap kaki kuda.
                Ia berbalik, “ Hei, Jemska mungil ! Inikah ksatria Dewi Althur ? Hah, mereka bukan tandinganku !” sombong Drasma.
                Mereka tak menjawab, Salwa, Aldi, dan Zharine mendekati Drasma. “Kembalikan kebahagiaan mereka ! KEMBALIKAN !!!” pekik Salwa.
                Salwa mengayunkan pedangnya, begitu juga Aldi danZharine. “Hah, bagimu aku akan kalah ?!” ejek Drasma.
                Zharine dan Aldi tersentak  ketika pedang yang mereka pegang terlepas. Jadi, hanya Salwa lah yang dapat membunuhnya. Seketika Drasma berubah menjadi Naga berkepala 6. Salwa menaiki sebuah menara tanpa dinding dengan berlari kecil, setelah sampai di atas, ia hampir hangus terbakar api dari mulut Drasma. Semua ketegangan muncul di benak Zharine dan Aldi serta Jemska. Dengan sekali serangan “MEJIRAKISTAMANIA” pekik Salwa sambil melompat dan memotong salah satu kepalanya (Brekk !!!). Drasma tak berdaya, dan ia tiada. Seketika daratan Equisland kembali seperti dulu dengan pohon hijau, padang rumput, serta bunganya.
                “Hei, bangun !” tegur salah satu Pustakawan sambil menggoyangkan badan mereka.
                “Hah, kenapa ?” jawab Salwa kaget sambil mengusap matanya.
                “Kalian tertidur, cepat pulang nanti orang tua kalian cemas, hari mulai sore,” terang Pustakawan itu.
                Mereka bangun. Sebelum pergi dengan bergegas Salwa membuka halaman terakhir buku itu, ‘Daratan Equisland kembali berbahagia, terimakasih 3 ksatria !! tertanda Jemska’ mereka berpandangan lalu tersenyum. Lalu mereka segera keluar. Mereka mengambil sepeda mereka dari parkiran. Sambil mengayuh sepeda mereka, mereka membahas mimpinya.
“Kau mimpi Drasma ?” tanya Salwa.                       
“Ya,” jawab Zharine dan Aldi serempak.                                                                                              
 “Seperti sungguhan, aku suka !!” gumam Aldi.

2 komentar:

  1. cerpen ini gue suka banget ci. keren, kalo dibikin film, bagus nih.. haha. uci kreatip. ^o^

    BalasHapus